Setiap daerah di nusantara memiliki ciri khas bangunan. Tak terkecuali bentuk rumah panggung yang merupakan bangunan khas di masyarakat Lampung. Sejak masa lampau, masyarakat Lampung membangun rumah mereka dengan bentuk panggung.
Rumah panggung sebagian besar berbahan kayu dan berbentuk panggung seperti umumnya rumah di kawasan hutan tropis. Sedangkan teknologi pembuatan rumah panggung – nuwo gacak – lamban langgar, dengan atap miring merupakan karakter khas arsitektur asia. Bagi masyarakat Lampung, rumah berbentuk panggung berfungsi sebagai perlindungan dari serangan hewan seperti ular dan serangga berbahaya lainnya dikala musim hujan. Di musim panen, bagian bawah rumah panggung pun dapat dijadikan sebagai penyimpan hasil panen atau beberapa alat pertanian. Jadi selain sebagai ciri khas bangunan rumah masyarakat Lampung - rumah panggung juga memiliki fungsi sebagai penunjang aktivitas kehidupan masyarakat Lampung.
Arsitektur rumah panggung khas Lampung merefleksikan semangat keterbukaan, kekuatan, kenyamanan dan keindahan. Di Lampung rumah tinggal di bangun berangkat dari prinsip buway struktur sosial yang menyatu dengan teritorial. Rumah orang Lampung biasanya didirikan dekat sungai dan berjajar sepanjang jalan utama yang membelah tiyuh atau kampung. Sedangkan setiap tiyuh terbagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut bilik yaitu tempat berdiam buway. Bangunan beberapa buway membentuk kesatuan territorial yang disebut marga. Dalam setiap bilik terdapat sebuah rumah klan yang besar disebut nuwou menyanak. Rumah ini selalui dihuni oleh kerabat tertua yang mewarisi kekuasaan memimpin keluarga.
RUMAH PANGGUNG DI BANDAR LAMPUNG.
Meski sebagai ibukota provinsi Lampung, Bandar Lampung masih memiliki beberapa rumah khas Lampung baik fungsi sebagai rumah tinggal maupun sebagai rumah adat atau balai pertemuan yang kerap digunakan pada gelaran begawi adapt Lampung.
Tak terlampau sulit mencari rumah panggung di kota Bandar Lampung.
- NEGERI OLOK GADING – Nama sebuah kawasan yang terletak dekat dengan Sukarame II bagian dari Teluk Betung Barat ini merupakan kawasan yang masih memiliki penduduk suku Lampung. Lengkap dengan jajaran rumah panggung khas Lampung yang terbuat dari kayu masa lampau atau yang telah di modifikasi dengan bangunan lebih modern, dapat dengan mudah dilihat di kawasan Kuripan. Selain itu juga ada rumah adat yang di sebut Lamban Dalom yakni Rumah Adat Kebandaran Marga Balak Lampung Pesisir.
JAJAR INTAN – KEDAMAIAN adalah nama sebuah bangunan rumah panggung yang kerap dijadikan sebagai lokasi acara adat/begawi adat Lampung. Terletak di jalan Hayam Wuruk – Kedamaian kecamatan Tanjung Karang Timur ini adalam milik dari bapak Drs. A. Cholid I. Balaw. Selain bangunan Jajar Intan, di kawasan Kedamaian yang memang banyak didiami masyarakat Lampung suku Pepadun ini juga terdapat bangunan khas Lampung bernama Lamban Sai Ragah milik alm. Firman Gani. Tak hanya itu, di kedamaian juga terdapat Lamban Gedung, bahkan – di Kedamaian kini tengah dibangun masjid dengan corak khas Lampung pepadun.
AGABAYA I - sebuah kawasan di Bandar Lampung yang didiami oleh suku Lampung Pepadun dengan masih memiliki acara adat atau begawi adat khas Lampung secara rutin dengan bangunan Sesat Agung Perwatin Anek Jagabayo di jalan Pajajaran Jagabaya I kecamatan Way Halim. Selain itu beberapa rumah panggung khas suku Lampung pun masih dengan mudah ditemui di kawasan Jagabaya I ini.
ABUNG MARGA BALAU – RAJA BASA. Dengan populasi Lampung Pepadun beralamat di jalan Indra Bangsawan – Rajabasa, merupakan kawasan yang dapat dijadikan kunjungan untuk mengetahui suku lampung pepadun dengan rumah panggung yang masih asri. Beberapa diantaranya masih ada yang bertahan sejak puluhan tahun silam. Meski ada pula bangunan rumah panggung yang telah dipugar dan diganti dengan bangunan rumah tinggal yang jauh lebih modern.
MUSEUM LAMPUNG. Di gedung yang menyimpan banyak benda benda bersejarah ini juga mengetengahkan 2 bangunan khas Lampung yang bersejarah dan merupakan peninggalan masyarakat Lampung sejak dulu. Arsitektur rumah panggung pertama adalah Lamban Pesagi yang merupakan rumah tradisional berbentuk panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk yang telah berusia 300 tahunan berasal dari desa kenali kecamatan Belalau – Lampung Barat. Yang kedua ialah Walai atau Lumbung Padi yang berasal dari Wonosobo – Tanggamus yang didirikan pada tahun 1880 masehi dan dipindahkan ke Museum Lampung pada tahun 2001.
KEDATOEN KEAGOENGAN merupakan kawasan huni dari seorang pemilik bernama Mawardi Harirama. Selain itu bangunan megah yang kerap dijadikan sebagai upacara adat atau begawi adat lampung ini juga terbuka untuk umum bahkan kunjungan wisatawan. Mengingat kelengkapan perabotan dan perpaduan arsitektur yang modern dan tradisional nan apik tersaji di rumah panggung. Selain itu terdapat Rujuk Balagh ‘Rujungan Sako’ – yang kerap dijadikan bagian dari begawi adat lampung.
TIUH KEDATON. Siapa yang sangka, gang kecil di jalan Teuku Umar – Kedaton yang jaraknya tak jauh dari Mall Boemi Kedaton ini adalah kawasan dengan penduduk suku Lampung Pepadun cukup banyak yang telah mendiami kawasan ini sejak dahulu. Dengan bangunan khas masyarakat Lampung dapat dengan mudah dijumpai di gang yang berseberangan dengan Puskesmas Rawat Inap Kedaton ini. Kini di Tiuh Kedaton juga merupakan Sekretariat Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kecamatan Kedaton.
SESSAT AGUNG LABUHAN RATU. Kawasan ini juga telah menjadi wilayah huni masyarakat Lampung suku Pepadun sejak dahulu. Hingga mendiami bagian Gunung Terang. Beberapa bangunan rumah panggung dapat dengan mudah ditemui di kawasan ini selain Sessat Agung Labuhan Ratu yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya upacara adat atau begawi adat lampung.
RAGAM & BAGIAN ARSITEKTUR LAMPUNG.
Arsitektur tradisional Lampung umumnya terdiri dari bangunan tempat tinggal disebut lamban, lambahana atau nuwou, bangunan ibadah disebut mesjid, surau, rang ngaji atau pok Ngajei, bangunan musyawarah disebut sesot atau bantaian. Dan bangunan penyimpanan bahan makanan dan benda pusaka disebut lamban pemanuhan.
Ada dua jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya merupakan rumah tinggal dari kepala adat (penyimbang adat) yang dalam bahasa Lampung disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan yaitu Lawang Kuri (gapura), Pusiban (tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga naik ke rumah), anjung-anjung (serambi depan tempat menerima tamu), serambi tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul). Kebik temen atau Kebik Kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kabik Rangek (kamar Tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua, kebik Tengah (kamar tidur bagi anak pentimbang batin atau anak ketiga).